Bonar.ID – Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengaku belum bisa mengabulkan permohonan pencabutan Hak Pengelolaan Tanah (HPL). Sertifikat Hak Milik (SHM) juga diterbitkan untuk 75 hektar milik pemerintah provinsi di Gili Trawangan, Lombok Utara.
“Itu tanah masyarakat. Nanti akan ditentukan bahwa kami tidak bisa mempertahankannya,” kata Zul.
Pemerintah provinsi telah menginformasikan penanggung jawab lahan tersebut kepada masyarakat setempat setelah berakhirnya perjanjian kerjasama dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI), yang sebelumnya menangani lahan aset seluas 65 hektar. bahwa tidak mungkin pemerintah provinsi menyediakan SHM. Sudah dikatakan bahwa SHM bukan kewenangan kami sejak awal, lanjutnya.
Saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Menteri Pertanian dan Tata Ruang (ATR) Hadi Tjahjanto berkunjung ke Gili Trawangan, mereka menggarisbawahi hal tersebut. yang mengklaim bahwa pemberian SHM bukanlah cara untuk mengatasi manajemen aset lokasi yang tidak teratur.
Pembagian SHM kepada lingkungan dan pemilik usaha setempat atas barang milik pemerintah provinsi dapat menimbulkan kerugian. Zul menjelaskan, “Mengingat SHM, malah dijual, ditawarkan dengan harga empat kali lipat karena itu pengalaman yang khas di banyak tempat.
Pemerintah provinsi saat ini sedang mengembangkan mekanisme penggunaan aset berbasis masyarakat. Meski pembangunan berjalan sangat bertahap, UPT tersebut telah mengadakan perjanjian kerjasama untuk sekitar 230 daerah.
Lalu Rudy Gunawan, Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah NTB mengatakan, “Ini untuk orang-orang yang memang memiliki kedudukan tinggi di Gili Trawangan.
Masih diupayakan untuk mengikutsertakan seluruh masyarakat dan pemilik usaha yang menggunakan sumber daya Pemprov. Perkembangannya masih on speed. Pemerintah Provinsi sesuai dengan rencana yang direncanakan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung sama-sama mengawasi proses kerjasama penggunaan aset tersebut. Bahkan pemerintah provinsi diberi peringatan untuk tidak mencoba mengelak dari undang-undang yang relevan.
Menurut Rudy, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi telah meminta secara resmi agar Pemprov tidak lagi bekerja sama dengan oknum warga yang menyewakan dan memperdagangkan properti. “Setelah itu selesai, individu dapat menyewakannya kepada investor sekali lagi. Bahkan, itu merugikan uang negara, klaimnya.
Pemerintah provinsi, menurut Rudy, akan memberikan prioritas kepada masyarakat dan pemilik usaha untuk memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) paling lama 30 tahun, yang selanjutnya dapat diperpanjang dan diperbaharui.